Karena ini caraku memahami arti dari kehadiran dan perpisahan, dari berbagai kemungkinan.
Aku tahu bahwa dunia punya batas ruang dan waktu
Begitu juga aku dan engkau, Bu
Bahwa pertemuan kita tidak untuk berabad-abad
Aku sadar, Bu…
Di saat usiaku kini beranjak dewasa
Namun kau dan Ayah beriring menua
Menyongsong senja bersama
Sedangkan aku sibuk mempersiapkan diri untuk bahagia
Seketika aku lupa, ada engkau dan Ayah yang menjadi alasan
Selain Tuhan dan Rasul-Nya yang menempati urutan pertama dan kedua
Bagaimana jika…
Suatu hari aku jauh darimu
Aku berkejaran dengan waktu dan segala obsesiku
Lalu ada kala jatuhku tiba
Bertamu dan menyapa semangatku
Saat-saat itu aku rindu rumah
Rindu engkau, Bu…
Mendengar degup jantung dari belakang punggungmu
Yang dulu selalu iseng aku lakukan
Atau sekadar menjabat tanganmu
Berpamitan
Bagaimana jika tiba saatnya?
Aku benar-benar merengkuh mimpiku yang menjadi nyata
Estafet sukses sudah digilirkan padaku
Tantangan di depan sudah disingkirkan
Beban di pundak terangkat sudah
Lalu, bagaimana engkau?
Bagaimana Ayah?
Apakah kalian bahagia?
Menatap aku di puncak
Lalu bagaimana jika tiba saatnya?
Tuhan menjemputmu kembali dan begitu juga Ayah
Menyisakan aku yang tengah berlari mempersiapkan diri
Ah… Seketika aku remuk membayangkannya
Bergelanyut semua rasa
Tumpah ruah air mata
Tapi…
Aku ingat suatu hal yang begitu sederhana
Namun tak mudah
Yaitu pelajaran ikhlas darimu, Bu…
Pelajaran yang dulu sempat kita diskusikan di malam-malam suntuk kita
Pelajaran yang kita bahas dengan lontaran seribu tanda tanya
Maka jika harus berhadapan dengan situasi itu
Aku memilih
Mencoba selalu ingat untuk belajar ikhlas
Bogor, 3 Oktober 2015